Mengapa judulnya saya tulis susah dulu baru senang? Waktu saya masih SMA, seorang guru selalu mendoktrin murid-muridnya bila kita ingin berkata mulailah dengan kata yang susah atau sulit baru akhiri dengan senang-mudah, karena itu seperti sugesti bahwa setelah kita mengalami kesusahan pasti akan ada kesenangan yang didapat. Dan susah-senang ini terjadi juga ketika kita melamar pekerjaan. Saya yakin 100% bahwa tidak semua orang mengalami kemudahan dalam mencari kerja. Saya sendiri termasuk yang menemui kesusahan hingga harus menunggu berbulan-bulan baru bisa diterima kerja. Begini ceritanya. Menjadi seorang sarjana bukan jaminan kita mudah mendapatkan pekerjaan. Nyatanya banyak sekali saingan sesama sarjana yang juga berjibaku untuk mendapat kerja. Istilahnya disebut fresh graduate. Masih fresh from the oven, idealis, dan inginnya yang muluk-muluk. Namun dunia kerja itu kejam, pencari kerja dari perusahaan bonafit juga pasti mendambakan CV berpengalaman sekian tahun dan mahir beberap
Kemarin seseorang berbicara di suatu forum kecil mengenai apa sejatinya doa itu? Ketika beliau berkata bahwa doa itu bukanlah untuk meminta-minta kepada Allah, tapi mengapa kita harus berdoa karena untuk menghilangkan kesombongan yang ada di dalam diri manusia. DEG. Saat itu saya langsung mengangguk setuju. Betapa saya selama ini berdoa hanya ketika dalam keadaan sulit dan terjepit, tetapi ketika hati saya senang dan damai tetiba saya lupa berdoa. Allah senang ketika melihat hambaNya memohon-mohon doa padaNya, apalagi dengan setulus hati sambil nangis-nangis kalau perlu. Karena dengan doa kita menjadi dekat dengan Allah. Hati kita terpaut denganNya dan menjadi sadar bahwa bila doa tidak terkabul toh mungkin akan diganti dengan yang lebih baik atau belum saatnya untuk diberi. Dan sejatinya manusia itu harus terus berdoa, meminta-minta, dengan penuh pengharapan, karena dengan begitu kita jadi tahu bahwa kita ini bukan siapa-siapa, kita ini adalah manusia yang lemah, kita ini tidak